DEMOKRASI ATAU OTORITARIANISME YANG TERSEMBUNYI ?
![]() |
Sumber: Malanghub |
Hari ini kita cukup kenyang disuguhkan dengan isu hukum yang kontroversial, baik dalam media cetak maupun media elektronik. Seperti lahirnya Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dan penggantian Hakim Konstitusi Aswanto karena dianggap melawan keinginan pembuat undang – undang. Dua hal ini dikeluarkan melalui bentuk hukum bukan melalui kekerasan fisik ataupun todongan senjata. Namun disisi lain terlihat jelas akan adanya pelanggaran secara moralitas pada demokrasi.
Dalam kasus Pasal penghinaan presiden dengan substansi yang tidak jelas cukup menjadikan pasal ini bersifat karet dan memungkinkan adanya pelanggaran legitimasi oleh para penguasa. Hal ini turut menghilangkan asas kepastian hukum hingga dapat berdampak pada tindakan sewenang-wenang nya. Bentuk peraturan seperti ini cukup nyaman bagi pemerintahan jika kebijakan nya tidak ingin di ganggu.
Namun, Adanya pasal penghinaan presiden, sadar atau tidak, ini merupakan salah satu gejala pelaksanaan negara dengan bentuk otorianisme yang berbungkus hukum. Dalam hukum tata negara fenomena ini digunakan untuk melegitimasi tindakan–tindakan yang tidak demokratis. Langkah awal dari fenomena ini dapat dilihat dari adanya penyerangan terhadap institusi yang memiliki wewenang dalam pengawasan kekuasaan. Setelah batasan konstitusional dilonggarkan, hal ini menjadikan jalan bagi penguasa dengan mudahnya melakukan tindakan yang dalam kenyataanya telah melanggar aturan dalam prinsip hukum.
Secara sadar atau tidak sadar, KPK sebagai pengawas kekuasaan telah dilemahkan dan dipolitisasi sejak adanya revisi Undang – Undang KPK pada tahun 2019 selain itu masyarakat sipil juga turut dilemahkan melalui serangan fisik maupun teknologi. Hingga akhirnya independensi Mahkamah Konstitusi juga turut mendapakan pelemahan dengan menggantian hakim ditengah jalan yang akan segera dilegalisasikan melalui UU Mahkamah Konstitusi
Dengan lemahnya instrumen pengawasan negara, bukankah kekuasaan akan kehilangan kontrol dalam melahirkan kebijakan yang salah kaprah. Lantas bagiamana pula adanya konsep hukum sebagai penyeimbang antara rakyat dengan penguasa sebagai fasilitas untuk melindungi hak asasi manusia serta membatasi kekuasaan yang lebih.
Jangan lupa, yang tertindas adalah orang –orang yang tidak memiliki kekuasaan. Dengan konsep awal dalam pembuatan hukum yang cukup bertentangan dan lebih didominasi oleh politisi dengan tujuan mengambil keuntungan dari semua kebijakan hingga melahirkan hukum untuk diri nya sendiri.
Penulis: Nova Arista, Kader PMII Rayon Ashram Bangsa korp Akral Satria
0 Response to "DEMOKRASI ATAU OTORITARIANISME YANG TERSEMBUNYI ?"
Post a Comment