Terbelenggunya Seorang Perempuan Untuk Mengekspresikan Hak-Haknya
![]() |
Ashrambangsanews |
Oleh karena itu dari
berbagai macam gugatan yang telah dinarasikan di atas terhadap ketidakadilan
sosial, dan pada akhirnya lahirlah gagasan dan ide bagi kehidupan masyarakat
yang akan datang. Akan tetapi dari pernyataan di atas masih belum disebutkan
tentang ketidakadilan atar jenis kelamin yang dewasa ini masih merupakan
problematika sosial dimana masyarakat masih terisolasi oleh ketidakadilan hal
tersebut.
Perlu diapahami ada
sebuah gerakan yang bernama Feminisme. Gerakan ini telah banyak menyumbangkan
inspirasi pemikiran atau pemahaman terhadap dunia yang lebih baik dan adil.
Gerakan ini juga tidak hanya mepengeruhi lembaga birokrasi pembangunan,
teori-teori baru terkait dengan Ilmu sosial, melainkan juga gerakan feminisme
sangat mempengaruhi pandangan berbagai agamawan, paling tidak lebih memaksa
lagi untuk melihat, mengevaluasi, bahkan memaksa untuk memerhatikan kembali
terkait dengan posisi perempuan yang selama ini ada. Bahkan Ada banyak kultur
dan tradisi yang mepengaruhi kondisi dan posisi perempuan di berbagai macam
tempat. Akan tetapi, gerakan Feminisme bersinergi untuk mendorong menciptakan
sebuah gugatan terhadap kultur dan tradisi yang seolah merendahkan kaum
perempuan.
Kembalikan kepada
sejarah. Ada sosok wanita yang sudah sering didengar oleh telinga kita yaitu
adalah RA. Kartini. Dimana Kartini merupakan orang Indonesia yang
mencita-citakan sekaligus memperjuangkan emansipasi wanita sehingga
keteladanannya dalam kesamaan antara kaum perempuan dan laki-laki.
Hal tersebut
dilatarbelakangi karena adanya batasan bagi seorang perempuan untuk memperoleh
Sekolah Formal di masa dulu. Sehingga pada akhirnya Kartini mulai melakukan
perjuangan hak-hak perempuan sekaligus mengkapanyenkan melalui tulisan
tulisannya dan pada akhrinya dimuatlah oleh banyak orang di berbagai majalah.
Terutama di Belanda De Hollandsche Lelie. Sejak saat itulah Masyarakat telah mulai
menyadari dan mempunyai pandangan bahwa kesetaraan antara kaum laki-laki dan
perempuan harus dipertahankan. Hasilnya pun hingga saat ini gerakan persamaan
kedudukan ini terus digalakkan.
Akan tetapi walaupun
telah banyak diperjuangkan dan digaungkan oleh banyak gerakan-gerakan modern,
kenyataanya hingga saat ini ketidakadilan antar jenis kelamin masih ada dan
berkembang di tatanan masyarakat Indonesia. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan
adanya ketimpangan yang masih dialami oleh seorang perempuan. bahwa seorang
perempuan masih merupakan bagian dari laki-laki. Dimarginalisasi, Hingga
didiskriminasi dan ini akan membuat perempuan semakin terbelenggu untuk
mengekspresikan hak-hak nya seorang perempuan.
Ada banyak berbagai macam
pekerjaan yang berada didalam sebuah keluarga. misalnya seperti mengatur
keuangan, kepiawaian didalam memilih pembelanjaan yang harus sesuai dengan
selera anggota keluarga, menjaga kebersihan, kerapaian rumah, sekaligus
kelestarian lingkungan di dalam rumah, mendidik anak, memasak, serta semua
kebutuhan yang berada didalam rumah. Semua Itu merupakan suatu hal yang mutlak
harus dikuasai oleh seorang perempuan. Tidak seperti perempuan, dimana kalau
laki laki hanya sebatas bekerja mencari nafkah. Kemudian laki-laki merupakan
pemimpin keluarga yang merasa bukanlah kewajibannya untuk melakukan pekerjaan
rumah. Dari berbagai macam ketidakadilan ini biasanya yang sering menjadi
landasan adalah agama baik agama Islam ataupun agama yang lainnya.
Dewasa ini agama telah
mendapatkan ujian baru, Karena agama dianggap sebagai faktor pertama dalam
masalah ini. Bahkan agama dijadikan sebagai kambing hitam terkait dengan
terjadinya pelanggengan atas ketidak adilan gender. Hal yang paling mengganggu
misalnya seperti gambaran bahwa tuhan seolah-olah adalah laki-laki.
Penggambaran ini terjadi hampir semua agama misal seperti dewa krishna dan dewa
siwa dalam agama Hindu, atau bahkan dalam islam itu sendiri jika Nabi Muhammad
adalah seorang laki-laki yang merupakan pemimpin agama, serta nabi terakhir yang
diutus oleh Allah untuk menyebarluaskan agama Islam.
Kemudian banyak ulama
yang mengklaim serta menjadikan firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 34 yang
mengatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin perempuan. Dalam hal ini bisa
dikatakan bahwa perempuan berada dalam posisi yang dipimpin. Tafsir klasik ini
sering dijadikan bahan argumentasi penguatan supremasi laki-laki atas
perempuan. Laki-laki telah memiliki kekuasaan dan status lebih tinggi dari pada
perempuan, sehingga pola kekuasaan dan status ini sangat berpengaruh secara
universal dalam menetapkan kebijakan dan aturan yang berlaku di tengah
kehidupan bermasyarakat.
Perlu dipahami bahwa
sepirit apa yang dibawa oleh agama islam pada awal mula kelahirannya, yakni
melakukan perbandingan kondisi dan posisi perempuan pada zaman sebelum dan
sesudah Islam. Ketika dikembalikan kepada sejarah bahwa dalam masyarakat
pra-Islam (zaman Jahiliya), kedudukan seorang perempuan dalam masyarakat
sangatlah rendah dari pada seorang laki-laki dan ini menandakan bahwa diskriminasi
dan marginalisasi sangatlah berlaku pada saat itu. Bahkan dianggap tidak
berharga keberadaannya. dalam suatu riwayat kebiasaan mengubur bayi perempuan
hidup-hidup, sudah merupakan suatu hal yang sudah biasa saja dan sudah menjadi
kebiasaan yang membentang luas di dunia Arab Pada Zaman pra-Islam.
Akan tetapi setelah
turunya Al-Quran kepada Nabi Muhammad, saw, dunia arab pun semakin maju dan
keadaannya semakin baik. Baik dalam hal keadilan atau bahagiaan saat itu.
Sehingga Al-Quran dijadikan sebagai rujukan prinsip Masyarakat islam, yang pada
dasarnya mengakui bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama. Dengan
kata lain bahwa seorang perempuan mempunyai tanggung jawab atas seorang
laki-laki, begitupun sebaliknya seorang laki laki mempunyai tanggung jawab atas
seorang perempuan.
Untuk memahami lebih
dalam lagi terkait dengan kesetaraan seorang perempuan dengan laki-laki, maka
diajurkan untuk memahami konteks ayat ini. Diriwayatkan suatu hari sorang
sahabat Nabi bernama Saad bin Rabi menampar istrinya yang bernama Habibah bin
Zaid karena ada suatu persoalan. Kemudian Habibah tidak terima dan mengadu
terkait peristiwa tersebut kepada ayahnya. Dan pada akhirnya ayanya pun pergi
mengadu kepada Nabi. Keputusan yang telah ditetapkan oleh nabi adalah, meminta
kepada Habibah untuk membalasnya. Terkait dengan keputusan tersebut para
laki-laki di Madinah saat itu protes. Dari situ kemudian bisa dipahami bahwa
seorang perempuan juga memiliki hak yang layak untuk mengaktualisasikan
hak-haknya seorang perempuan. Dan laki-laki pun tidak semerta merta harus
mendiskriminasi, memarginalisasi apalagi melakukan penindasan bagi seorang
perempuan.
Penulis: Sahabat
Suhal, Aktivis PMII Komisariat Asy’ariyah Stidar
0 Response to "Terbelenggunya Seorang Perempuan Untuk Mengekspresikan Hak-Haknya"
Post a Comment