Quo Vadis Organisasi Mahasiswa Intra Kampus
Monday, April 15, 2019
Add Comment
![]() |
gambar: sumberpost |
Oleh: Di Mashudi
Kampus atau Universitas yang sering
disebut-sebut sebagai miniatur negara adalah tempat di mana para mahasiwa
mengasah skill keilmuannya secara terfokus. Selain itu, kampus telah mampu
melahirkan berbagai macam produk mahasiswa dari seorang ilmuan, budayawan,
agamawan, hingga politisi ulung.
Kehadiran kampus dan mahasiswa telah memberikan
sumbangsih besar terhadap perjalanan bangsa Indonesia, hal ini dapat dibuktikan
dengan sejarah gerakan mahasiswa yang menjadi romantisme hingga saat ini.
Gerakan mahasiswa yang terorganisir dalam sebuah organisasi telah mampu mencetak
para kader bangsa dalam melatih skill kepemimpinan. Oleh karenanya, sangatlah
merugi jika seorang mahasiswa hanya bergulat dengan waktu kuliah, tanpa
menyisakan waktu untuk berorganisasi.
Seperti yang telah saya singgung di atas,
kampus sebagai miniatur negara tentu saja memiliki seperangkat organisasi yang
nyaris mirip dengan lembaga negara kita saat ini. Misalnya, di UIN Sunan
Kalijaga, terdapat Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) sebagai lembaga eksekutif,
dan Senat Mahasiswa (SEMA) sebagai lembaga legislatif. Organisasi tersebut
berada di berbagai tingkatan; dari tingkat Jurusan/Prodi, Fakultas, hingga
Universitas. Mayoritas organisasi yang sedemikian dipakai di kampus/universitas
di Indonesia.
Pada masa yang sudah-sudah, organisasi intra
kampus menjadi suatu organisasi yang sangat dibutuhkan, sebab keberadaannya
berguna untuk mewakili suara mahasiswa dalam menentukan kebijakan di dalam
kampus, baik soal biaya pendidikan, fasilitas kampus, hingga soal sosial
kemasyarakatan.
Pada dasarnya, seorang mahasiswa adalah insan
yang paling dekat dengan masyarakat, selain karena soal pendidikan dan
penelitian, mahasiswa acap kali harus mengabdi kepada masyarakat (baca:
Tridharma Perguruan Tinggi). Oleh karenanya, tak heran jika organisasi intra
kampus, dulu, sangat getol menyuarakan aspirasi mahasiswa dan masyarakat luas.
Memasuki era millenial, organisasi intra
kampus, baik eksekutif maupun legislatif, nampaknya sudah tidak lagi seperti
zaman di mana komunikasi dan fasilitas hidup yang instan masih jauh dari
genggaman. Organisasi intra kampus saat ini tak ubahnya hanya sebatas
penyelenggara event organizer (EO).
Semangat perubahan dan tanggungjawab moral
dalam menyuarakan dan mengadvokasi mahasiswa atau masyarakat, sudah jarang
dilakukan. Dari berbagai persoalan yang ada di dalam kampus, dapat kita ambil
satu kasus yang sangat krusial misalnya: tingginya biaya pendidikan.
Biaya pendidikan atau yang kita kenal dengan
istilah: Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah sistem biaya pendidikan bersubsidi
silang. Artinya, keberadaan UKT ini ditujukan untuk menyubsidi biaya para
mahasiswa yang kurang mampu, tetapi faktanya tidak sedemikian. Keberadaan UKT
justru malah memberatkan, sebab tidak sedikit mahasiswa yang mendapatkan
nominal UKT yang salah sasaran.
Dalam satu kasus UKT, para pengurus/pejabat
organisasi intra kampus setidaknya mengawal sampai tuntas dan berkelanjutan.
Namun, apa yang terjadi saat ini para pengurus/pejabat organisasi intra kampus
belum serius menanganinya, seolah hanya sibuk mengurusi soal anggaran yang
hendak diturunkan. Ya, itu hanya dalam satu persoalan saja.
Sebagai insan akademis, berilmu cakap serta
berwawasan kebangsaan yang tinggi, sudah sepantasnya mahasiswa kembali pada ruh
yang sesungguhnya; sebagai agent of change dan agent social control. Ya, hari
ini memang bukan zaman mahasiswa 1998, akan tetapi setidaknya mahasiswa dan
secara khusus yang tergabung dalam organinasi intra kampus tidak melupakan
nilai kritis dan nalar agamis dalam membangun sebuah gerakan dan kesadaran
bersama.
Sudah sepantasnya kita mempertanyakan kepada
diri kita masing-masing, sebagai langkah penyadaran, kemana arah gerak
organisasi intra kampus saat ini? dan sudah sepantasnya kita tidak lagi merawat
dan meruwat kepandiran serta kesombongan dalam membangun peradaban yang lebih
baik untuk bangsa dan negara.
Tulisan ini pernah dimuat di Swarakampus.com, pada 20 Maret 2019
Penulis adalah
kader PMII Rayon Ashram Bangsa angkatan 2014 (Korps API)
0 Response to "Quo Vadis Organisasi Mahasiswa Intra Kampus"
Post a Comment