Eka Kurniawan dan Tantangan Masa Depan Kesusastraan Indonesia
Saturday, March 3, 2018
Add Comment
![]() |
Eka Kurniawan sebelum diskusi berlangsung |
“Saya percaya, seburuk apapun karya sastra,
ia mampu merubah pikiran dan pandangan setiap orang lain.”
(Eka
Kurniawan)
Sastra
hakikatnya merupakan sebuah refleksi bahwa lingkungan dan budaya
merupakan suatu dialektika historis antara pengarang dengan peradaban pada masa itu.
Seperti minggu-minggu
sebelumnya, tepat pada sabtu malam (03/03), Kafe Basa-basi yang bertempat di
Jln. Sorowajan, Bantul, Yogyakarta, mengadakan rutinitas diskusi tentang
kesusastraan di Indonesia dan dunia.
Kali ini,
Basa-basi mengundang penulis yang sangat fenomenal dikalangan penikmat sastra
karena karya-karya yang sering membuat orang tersipu. Diantanya: Cantik Itu
Luka; Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas, dan masih banyak yang
lainnya. Dialah Eka Kurniawan.
Acara yang dikemas dengan kuliah umum itu mengusung tema yang bertajuk Membayangkan Kembali Kesusastraan Indonesia dan Dunia.
Acara yang dikemas dengan kuliah umum itu mengusung tema yang bertajuk Membayangkan Kembali Kesusastraan Indonesia dan Dunia.
Tentu, hadirnya Eka Kurniawan ke Kafe Basa-basi mengetuk hati setiap orang untuk mengiuti acara tersebut, sehingga pengunjung kafe pun diluar batas maksimal kursi yang telah disediakan. Menjadikan minggu
kali ini bukan hanya sebatas malam yang ditunggu oleh mereka yang berpasangan
saja. Melainkan juga oleh para kalangan jomblo yang menjadikan acara tersebut sebagai alasan untuk merayakan
kesepiannya.
"Tidak pernah saya temukan ditempat manapun, bahkan di Amerika sekalipun pemuda yang seantusias malam ini untuk belajar sastra." Kata Eka.
Hal itu
membuktikan bahwasanya antusiasme pengunjung Basa-basi bukan hanya dari
kalangan pecandu kopi dalam artiannya menghabiskan waktu saja. Tapi, tidak
sedikit dari mereka adalah harapan masa depan kesusastraan Indonesia.
“Gairah teman-teman memenuhi Kafe
Basa-basi malam ini adalah suatu bentuk bahwa sastra di Indonesia akan terus
berkembang” kata Edi Mulyono selaku CO dari penerbit Diva Press, Basa-basi, dan
juga Kaktus, dalam sambutannya.
Seperti biasa, dipenghujung acara, diskusi yang dipimpin oleh Tia
Setiadi memberikan waktu untuk para audien untuk bertanya. Ada tiga kali sesi
tanya jawab sebelum langsung dijawab oleh Eka. Disetiap sesi hanya diperkenankan
untuk tiga penanya. Sehingga, banyak sekali dari para audien yang antusias
mengajungkan tangannya agar ditunjuk sebagai yang terpilih karena porsi yang disediakan moderator
sangatlah terbatas.
Saat ini, kekhawatiran terhadap sastra di masa mendatang dan
kecemasan audien yang menanya terkait sastra di Indonesia yang terbagi didua
wilayah (bagian barat dan timur) sudah terjawab, tuntas seperti dendam rindunya
Eka dalam bukunya Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Sebab,
seperti yang disampaikan Eka, bahwa kekuatan sastra membayangkan sebuah negeri
akan sangat berpengaruh pada perkembangan bangsanya.
“Indonesia ini adalah suatu hal yang belum selesai, jadi silahkan
berpikir dan bayangkan engkau akan menjadikan Indonesia ini seperti apa.” Ujar Eka.
Reporter: Akhmad Faizin
0 Response to "Eka Kurniawan dan Tantangan Masa Depan Kesusastraan Indonesia"
Post a Comment