Sepilihan puisi Abd Wakid Abdani
Puting senja
;cah-saktie
Langit, pada biru dada bidangmu
Kuraih segala rasa lewat desir angin
Bersama waktu kunikmati puting senja
Yang mulai memerah menghitam
Senja, pada lembayung wujudmu
Ku ingat segala rasa yang pernah di raba
Ada kenangan melambai tangan
menyapa hati
Samar-samar kuhafal rasa kopyor susu ibu
Rupanya!
Bukan hanya tentang puting senja
Rupanya ada kenangan di kampung
Diam-diam bertengger di dada semesta
Yang merayu agar aku kembali ke pangkuannya
Yogyakarta, 08, 03, 2020
Aku ingin
Aku ingin sekolah, Ayah
Di sana aku ingin belajar menulis
ingin sekali mencatat air matamu
Tentang sungai kecil pada wajahmu
Tempat aku mandi sebelum memakai baju baru
Carikan aku seorang guru, Ayah
Padanya aku akan belajar mengeja
Agar lukamu cepat terbaca
Mengertilah semesta
Ayah belikan aku buku gambar dan pensil warna
Menulis dan membaca tak cukup
Aku masih ingin melukis resah panjangmu
Keriput wajah dan kantung mata
Hitam legam dan punggung yang melengkung
Yang mengisyaratkan huruf Dal
Dalam kalimat "Man jadda wajada"
Atas segala sungguhmu
Aku bersaksi bahwa kau seorang pahlawan
Sumenep, 07,06,2020
Mak.! (aku dan mimpi baru)
;CS
Mak,
lumpur bekas cangkul bapak mulai menggeliat
kepal tangan kiri sebab perlawanan
tapak sepanjang jalan teriak pembebasan
anak tani punya hak jua bersuara
Mak,
mungkin masih terlalu pagi memulai mimpi
bekal doamu percaya mengeja
liur dari sampah jatuh tepat di mata kaki
suatu hari akan kulempar tepat pada jidat mereka
dengan mata membelalak kukatakan
"aku anjing sebelum kau sadar"
Mak,
jangan pernah lelah atas segala tuntutku
jangan kecewa atas lahirku
Tuhan Maha adil, mak
sekarang aku punya mimpi baru
Doakan..!
Yogyakarta, 2020
Di Dapur
Api pada tungku masih muda
Ibu pasang kuali yang baru dicuci
Ia letakkan sekeranjang luka dan sepiring sepi
Kepul asap membumbung menyapa langit pertama
Membacakan kisah kisah ibu yang tertulis
Tentang iba, kasih, dan tulus
Yang puncak dari semuanya adalah cinta
Di meja itu ibu sering mengulek sambal
Sesekali ia selipkan cerita
Tentang pedihnya melawan sunyi
Sabar adalah pesan paling ringan
Namun terlalu berat untuk ditapaki
Bagi kami ibu adalah air dalam gentong
Tempat kami meneguk duka sehabis lelap
Basah kuyup meski kemarau
Sebab doa tetap subur meski suaranya parau
Sumenep, 2020
0 Response to "Sepilihan puisi Abd Wakid Abdani"
Post a Comment